Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Rabu, 18 Mei 2011

Riswah, 1 triliun di dunia setiap tahunnya.

Riswah atau suap hari menjadi suatu hal yang dianggap wajar oleh sebagian orang terutama ketika melakukan ekspansi usaha, memenangkan tender, memperlancar bisnis, mempercepat perizinan, dan lain sebagianya. Indonesia yang sebagian besar penduduknya memeluk muslim ini ternyata masih menjadi potensi besar Riswah, sehingga baru-baru ini KPK melakukan pertemuan di Bali 6 mei 2011 merupakan babak baru dalam menumpas kasus suap di Indonesia. namun ternyata bangsa Indonesia masih harus menggigit jari dikarenakan baru-baru ini pemerintah di kejutkan oleh kasus terkait suap yang dilakukan dalam pembanguan wisma atlet di palembang, yang ternyata menjerat salah satu partai politik pemerintah. fakta ini mengejutkan karena ternyata opini publik diarahkan untuk mengejar pelaku yang di suap, bukan pelaku yang penyuap, hari ini masyarakat cenderung memusuhi yang menerima suap saja, sehingga penangan suap di Indonesia bahkan di dunia masih menemui jalan buntu.
Islam sebagai agama yang selalu memperhatikan kesejahteraan umatnya tentu tidak akan tinggal diam dalam menanggapi budaya ‘kotor’ yang terus menjalar dipelbagai bidang, Kalau diteliti suap yang dalam bahasa Arabnya riswah merupakan pebuatan yang zholim dengan memakan harta orang lain secara bathil yang jelas bukan miliknya. Sehingga para ulama sepakat bahwa suap merupakan pekerjaan yang diharamkan agama (syari’). Sebagaimana Firman Allah SWT. Dalam surah al-Baqarah ayat 188:
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetauhi.
Dan sabda Rasulullah saw : pemberi suap dan penerima suap masuk dalam neraka, Dalam hadits yang lain Rasulullah saw. bersabda: Allah swt. melaknat pemberi suap penerima suap dan perantara keduanya.
Dalil ini jelas sekali menyatakan bahwa pemberi suap (râsyi), penerima uang suap (murtasyi) dan perantara keduanya (râisy) merupakan pekerjaan yang diharamkan oleh syari’ (agama) dan Imam Mazhab yang empat sepakat akan pengharaman riswah (suap) tersebut.
Adapun pemberian hadiah dari yang punya hak kepada petugas intansi dengan maksud tidak menyuap, tetapi untuk tercapainya hak yang diinginkannya dari sebuah intansi tersebut tergolong perbuatan yang diharamkan juga, karena ini tergolong suap (riswah) dalam bentuk majaz. Sebagiamana yang dijelaskan dalam kitab Tahqiq al-Qadiyah fi al-Fâriq baina al-Riswah wa al-Hadiyah karangan Allâmah Abd al-Ghani al-Nabilsi.
Bagaimana problema seperti yang dihadapi Andi, sehingga mengakibatkannya harus melakukan suap dikarenakan sulitnya mendapatkan hak dan mepetnya waktu? Di dalam majalah al-Wa’yu al-Islâmi diberitakan bahwa para ulama Al-Azhar berbeda pendapat dalam menaggapi problema suap (riswah) yang menjamur di dunia, terutama di Negara Mesir sendiri. Dr. Ali Jum’ah sebagai Mufti Mesir saat ini membolehkan riswah (suap) dengan beberapa syarat, antara lain tidak adanya cara lain ataupun penolong untuk mendapatkan hak tersebut, dan supaya lepasnya permasalahan berkepanjangan tersebut dari orang fasiq (baca; penerima suap). Hal ini baru dapat dilakukan jika terpenuhi syarat-syarat tersebut, dan kondisinya ketika itu memang sangat terjepit, sehingga baginya memilih yang lebih ringan diantara dua yang memudratkan (Irtikâb li akhaf al-dharurain) demi menjaga haknya. Adapun dasar hujjah Mufti Al-Azhar akan pendapatnya tersebut, yaitu dengan kaidah fiqh (qa’idah al-fiqhiyyah) yang terdapat dalam kitab al-Asbah wa an-Nazhoir karangan Imam Suyuthi as-Syafi’i: “Setiap yang haram diambil haram pula untuk diberikan” kecuali pada lima perkara, diantaranya suap (riswah) untuk mendapatkan haknya. Dan menguatkan pendapat tersebut Ibnu ‘Abidin dalam kitabnya hasyiyah ‘ala isytibah dengan kaidah: “Memilih yang lebih ringan diantara dua yang memudratkan adalah wajib”. Dan argumentasi Dr. Ali Jum’ah yang lain dengan kaidah: “sesungguhnya kemudratan itu tergantung pada ukurannya” dengan memberikan contoh memakan bangkai itu haram dan tidak boleh memakannya kecuali ketika dalam kemudhratan. Jika kemudhratan itu telah hilang, maka kembali pada hukum asalnya yaitu haram.
Dan perihal permasalahan dosa yang terjadi dalam riswah (suap) tersebut, maka yang mendapat dosa hanya penerima suap (murtasyi) saja, sedangkan yang punya hak dalam hal ini orang yang memberikan riswah (râsyi) karena terpaksa tidak mendapat dosa. Alasan mengapa yang menerima riswah (suap) saja yang mendapat dosa, dikarenakan menahan hak orang lain secara bathil dan mengambil harta yang bukan haknya
Pendapat Mufti Al-Azhar ini ditanggapi oleh para ulama Al-Azhar sendiri, ada yang senada dengan pendapat beliau dan adapula yang membantah pendapat beliau secara terang-terangan, yang menurut mereka hal ini telah membuka satu pintu kejahatan dan akan sulit menutupinya kembali. Berikut diantara alasan para ulama Azhar menolak dibolehkannya praktek riswah:
  1. Dua masdar hukum islam; al-Quran dan Sunnah telah mengharamkan secara jelas dan tegas akan praktek riswah (suap) tanpa ada pengecualian. Maka dalil-dalil tersebut tidak dapat dikecualikan dengan perkataaan fuqoha’ (ulama Fiqh), bagaimanapun situasi dan kondisinya.
  2. Hadits Rasul tersebut menunjukkan bahwa yang pertama kali dilaknat Allah sebelum penerima suap (murtasyi) adalah pemberi suap (râsyi). Hal ini membuktikan bahwa pertanggungjawaban yang terbesar terletak pada pemberi suap (râsyi), sekalipun dari segi mendapat laknat Allah sama. Karena itu tidak dapat mengecualikan pemberi suap (râsyi) dalam hal dosa.
  3. Kemudhratan yang dijadikan alasan pembolehan terjadinya praktek riswah (suap) belum mencukupi syarat. Karena, sebagaimana yang disepakati Ijma’ ulama bahwa kemudhratan yang membolehkan penggunaan yang haram, jika tidak melakukan hal tersebut dirinya akan berbahaya yang dapat mengakibatkan kematian atau hilang salah satu anggota tubuhnya, bukan dikarenakan kesempitan dan kesulitan waktu.
  4. Kenapa dosa riswah (suap) tersebut hanya mengenai penerima suap (murtasyi) saja, kalau ditilik dari segi keuntungan lebih banyak didapat pembari suap (râsyi) dari peneriam suap (Murtasyi). Maka akan timbul pertanyaan kenapa penerima suap (murtasyi) tidak mendapat hal yang sama?

Diantara ulama yang senada dengan penadapat mufti Azhar, Dr. abdul ‘azim al-muth’ani; ustadz Dirosat al-’Ulya Jami’ah al-Azhar. Beliau berpendapat: “bahwa seorang yang terjepit untuk mendapatkan haknya dan dalam kondisi yang sangat mendesak sehingga mengharuskan melakukan riswah (suap), itu merupakan suatu rukhsoh (keringanan) baginya. Hal ini pun dapat dilakukan jika tidak ada cara lain dan penolong untuk mendapatkan haknya, sehingga pokok permasalahan tinggal pada murtasyi (penerima suap) saja, karena yang memiliki hak berada dalam dua kondisi; menyerahkan permasalahan ini kepada Allah (baca: tawakkal) dengan tidak melakukan riswah (suap)…dan ini lebih baik, atau melakukan riswah (suap) karena terpaksa dan pada hakekatnya sangat membenci pekerjaan riswah (suap) tersebut sehingga posisinya ketika itu sangat terjepit (‘uzur) sekali, hal ini juga dibolehkan. Sebagaimana terjadi pada orang yang sangat kelaparan ditengah hutan sehingga mengharuskannya memakan daging babi untuk menolak yang hal yang membahayakan bagi dirinya, tetapi ketika lapar itu telah hilang maka tidak boleh baginya meneruskan makanan tersebut hingga kenyang”.
Sekiranya mufti Azhar menjelaskan sedetail pendapat Dr. Abdul ‘azim, mungkin tidak ada yang membantah pendapat beliau Sekarang tinggal kita memikirkan apakah riswah (suap) yang dilakukan ketika ditilang polisi ditengah jalan termasuk yang memudhratkan atau tidak? Mari…Tanya nurani kita masing-masing!
semoga saja, suap yang ternyata menghilangkan keberkahan dari muka bumi ini harus di berantas sampai ke akar-akarnya, sehingga bukan hanya penerima suap saja yang diadili akan tetapi pelaku penyuap yang selama ini seperti di selamatkan baik oleh oknum yang tidak bertanggung jawab (ingat kasus penyuap yang melarikan diri keluar negeri) dapat segera ditindak dan diadili. semoga saja.
Oleh : Imam Punarko

Kamis, 12 Mei 2011

“Riba dan Optimisme membangun Bangsa”

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya." (Al Baqarah: 278-279)

Kehidupan manusia tidak hanya sekedar urusan Ibadah (Hubungan dengan Allah ), tetapi juga berkenaan dengan urusan Muamalat (hubungan antar manusia), 2 dimensi ini yang harus di bina secara beriringan untuk mendapatkan kebahagaian dunia dan akhirat. sebab, manusia harus dapat memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga, kegiatan bermuamalat dapat menjadi jalan untuk mendapatkan ridhonya. Salah satu hal yang berkenaan dalam bidang muamalat yang terdapat dalam transaksi sehari-hari adalah Riba, Riba hari ini masih jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia sehingga kadang tanpa sadar seseorang yang taat beribadah kepada Allah SWT terkena dosa besar hanya karena tidak mengetahui aspek muamalat ini.
Ayat diatas adalah bentuk pelarangan Allah secara mutlak kepada transaksi yang haram bernama “Riba”. Sebelumnya Allah SWT mengedukasi masyarakat jazirah Arab 14 abad yang lalu dengan bertahap dan perlahan hingga turunnya surat Al-Baqarah : 278-279 ini. Sebelumnya Allah SWT melarang Riba melalui beberapa tahap yang diawali dengan turunnya surat Ar-rum  ayat 39 Dan suatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka riba tidak bertambah di sisi Allah…” ayat ini sesungguhnya menggambarkan bahwa Riba sesungguhnya tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya tetapi malah sebaliknya.
Kemudian tahap kedua pelarangan Riba ketika diturunkannya Surat An-Nisa ayat 160-161 yang melarang riba kemudian surat Al –Imran ayat 130 hingga kemudian ayat diatas yang mutlak melarang transaksi Riba hingga hari ini. Setidak nya timbul pertanyaan di benak kita, apa itu Riba? Mengapa Riba begitu berbahaya ? dan bagaimana kita bisa terbebas dari Riba yang sangat berbahaya?
Apa itu Riba?
Riba secara bahasa diartikan tambahan. Secara istilah riba adalah penambahan dalam transaksi yang tidak seimbang, tidak sesuai syariah. Selain itu, Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia ) no 1 tahun 2004 menyatakan bahwa bunga bank sama dengan riba, dan riba sama dengan haram.  Sebelum fatwa MUI terkait riba di keluarkan, 2 organisasi islam terbesar di Indonesia sudah lebih dahulu mengeluarkan hasil pertemuannya tentang bahaya riba.
Muhammadiyah Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “mustasyabihat”. Menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem Perekonomian khususnya Lembaga perbankan yang sesuai dengan qaidah Islam   (Lajnah Tarjih Sidoarjo, 1968),
kemudian pada tahun 1992 Nahdatul ulama mengeluarkan hasi  Majelis Ulama Indonesia 1)Bunga bank sama dengan riba 2) tidak sama dengan riba 3) Syubhat. MUI harus mendirikan bank alternatif. (Lokakarya Alim Ulama, Cisarua 1991).
Riba membawa kehancuran.
Roy Davies dan Glyn Davies, dalam bukunya A History of Money from Ancient Times to the Present Day (1996) mengatakan bahwa bunga/riba telah memberi andil besar dalam lebih dari 20 krisis yang terjadi sepanjang abad 20. Ini merupakan sebuah realita tatanan dunia hari ini, yang ternyata menyerang bangsa Indonesia di Tahun 1998 ketika bangsa Indonesia menghadapi krisis perekonomian yang menyebabkan kehancuran perekonomian Indonesia sering di Identikkan akibat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sudah mendarah daging di Indonesia. Fakta ini tidak sepenuhnya benar dikarenakan sesungguhnya bangsa Indonesia pada saat itu sudah terjerat oleh hutang luar negeri yang begitu bebas sehingga menyebabkan gagal bayar yang menyebabkan bank-bank di Indonesia pada waktu itu mengalami kehancuran. Sehingga akhirnya pemerintah harus menanggung kerugian perbankan di Indonesia pada saat itu, hingga kemudian menyebabkan pemerintah harus berhutang kepada lembaga ribawi Internasional yaitu IMF
Selanjutnya pemerintah harus menanggung  kewajiban yang telah mencapai titik yang membahayakan ketika itu . Apabila pada tahun 2002 saja, hutang Indonesia total Rp 1401 Trilyun, (hutang luar negeri Rp 742 Trilyun, hutang dalam negeri sebesar Rp 659 Trilyun, maka pada tahun 2003, hutang Indonesia telah mencapai Rp 2000 Trilyun. Jika kita hanya mampu membayar hutang tersebut Rp 2 Trilyun setahun, berarti hutang luar negeri itu baru lunas lebih dari seribu tahun, itupun kalau tidak ditambah hutang baru. Hutang ini, jelas menjadi beban cucu dan cicit kita di masa depan, yang diprediksikan 20 turunan generasi ke depan masih menanggung hutang dan bunga ini.
Sebuah ironi untuk bangsa Indonesia yang harus kita terima hari ini, jeratan hutang yang begitu besar ternyata tidak seberapa dengan bunga yang ternyata membuat bangsa ini tidak akan terlepas dari jeratan hutang yang terus menumpuk.
Hadist terkait Riba
Begitu besar dosa Riba hingga Allah SWT dan Rasul-Nya akan memerangi orang-orang yang memakan riba, hanya Allah SWT yang tahu pasti bahaya besar Riba. Namun jika melihat dosa di atas sudah seharusnya kita terus berusaha untuk menghindari bahaya dari riba, ternyata ada hadist Rasullulah SAW yang berkenaan dengan Riba. Bahkan Rasullulah SAW sudah jauh-Jauh hari mengkhawatirkan akan adanya krisis ekonomi ini.“Bila riba merajalela pada suata bangsa, maka mereka akan ditimpa tahun-paceklik (krisis ekonomi). Dan bila suap-menyuap merajalela,maka mereka suatu saat akan ditimpa rasa ketakutan”. (H.R. Ahmad).
Selain itu Rasulullah SAW menggambarkan dosa Riba , Dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Saw bersabda, Riba itu ada 73 tingkatan. Yang paling ringan daripadanya adalah seumpama seseorang menzinai ibunya sendiri (Al-Hakim) Naudzubillah, dosa yang sangat berbahaya. Riba juga termasuk dalam 1 dari 7 dosa besar, Sabda Nabi Saw, “Jauhi kamulah 7 dosa besar yang membinasakan, yaitu: 1. Syirik kepada Allah2. Sihir 3. Membunuh orang yang diharamkan Allah 4. Makan riba 5. Makan harta anak yatim 6. Lari dari medan perang 7. Menuduh orang beriman yang telah kawin melakukan zina (Muttafaq ‘Alaih). Bahkan menurut beberapa ulama bencana yang hari ini melanda Indonesia dikarenaka transaksi Riba seperti hadist sebagai berikut : Apabila zina dan riba telah merajalela dalam suatu negeri, maka sesunggguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah diturunkan kepada mereka”.(H.R. Hakim)
Indonesia Optimis tanpa Riba, Terbebas dari jeratan Riba.
Ada satu pepatah yang mengatakan bahwa apa bila kita tidak bisa merubah negara, maka rubahlah lingkungan kita, seandainya tidak bisa maka rubahlah keluarga, seandainya tidak bisa maka rubahlah diri kita hingga kita mampu merubah dunia. Hari ini  masyarakat Indonesia di hadapkan pada fakta bahwa Riba sudah begitu menjerat bangsa ini mulai dari perbankan sampai ke dana haji yang bernuansa ibadah, semua menggunakan riba. Sabda Nabi Muhammad Saw : Pasti akan datang suatu masa terhadap manusia, di mana tak seorang pun yang bisa terhindar dari riba. Siapa yang berusaha tidak mengambilnya, dia akan terkena juga debu-debunya (H.Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah)
Maka, mulai hari ini kita bangun optimisme kita bersama bahwa transaksi yang sesuai syariah dan di berkahi Allah SWT dapat segera terwujud, riba/ bunga dapat segera hilang dari tanah air Indonesia. Sehingga kita tida harus pusing lagi melihat APBN bangsa yang dikeruk asing lewat pembayaran bunga, bencana alam yang hari ini melanda, perekonomian yang rentan krisis dapat segela lenyap dan hilang dari muka bumi ini. Wallahualam bi sawab.
Bebas dari jeratan Riba.
Untuk itu kami sebagai mahasiswa yang bergerak dalam pengkajiaan dan pengembangan Ekonomi islam. Dalam Aksi Simpatik FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam) “Indonesia Optimis tanpa Riba” Tanggal 13 Mei 2011 di Bundaran HI, Jakarta . menghimbau agar :
1.       1.) Melalui Fakta diatas kami menghimbau Masyarakat untuk meninggalkan Riba/ Bunga yang hari ini banyak terdapat dalam lembaga keuangan di Indonesia.
2.       2.) Pemerintah harus meninggalkan lingkaran pinjaman berbasis bunga baik melalui pinjaman luar negeri, obligasi, dan SBI yang telah menguras APBN  bangsa indonesia melalui pembayaran bunga dan pelunasan hutangnya hingga hari ini.
3.       3.) Masyarakat di minta tetap Optimis dan turut aktif menghindari transaksi Riba dimanapun yang jelas-jelas telah membawa kesengsaraan.

Press Realease,Aksi Simpatik “Indonesia Optimis Tanpa Riba”


Indonesia yang hari ini masih dalam jeratan penjajahan gaya baru (neo Imprealisme) yang menjerat tatanan ekonomi bangsa ini, mulai dari pengusaan aset negara oleh asing, suap, produk asing yang menyerbu negeri ini, hingga yang terpenting jeratan bunga atau riba yang hari ini mengakar dalam sistem perekonomian bangsa, hingga ketatanan masyarakatnya.

Roy Davies dan Glyn Davies, dalam bukunya A History of Money from Ancient Times to the Present Day (1996) mengatakan bahwa bunga/riba telah memberi andil besar dalam lebih dari 20 krisis yang terjadi sepanjang abad 20. Ini merupakan sebuah realita tatanan dunia hari ini, yang ternyata menyerang bangsa Indonesia di Tahun 1998 ketika bangsa Indonesia menghadapi krisis perekonomian yang menyebabkan kehancuran perekonomian Indonesia sering di Identikkan akibat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sudah mendarah daging di Indonesia. Fakta ini tidak sepenuhnya benar dikarenakan sesungguhnya bangsa Indonesia pada saat itu sudah terjerat oleh hutang luar negeri yang begitu bebas sehingga menyebabkan gagal bayar yang menyebabkan bank-bank di Indonesia pada waktu itu mengalami kehancuran. Sehingga akhirnya pemerintah harus menanggung kerugian perbankan di Indonesia pada saat itu, hingga kemudian menyebabkan pemerintah harus berhutang kepada lembaga ribawi Internasional yaitu IMF.

Selanjutnya pemerintah harus menanggung  kewajiban yang telah mencapai titik yang membahayakan ketika itu . Apabila pada tahun 2002 saja, hutang Indonesia total Rp 1401 Trilyun, (hutang luar negeri Rp 742 Trilyun, hutang dalam negeri sebesar Rp 659 Trilyun, maka pada tahun 2003, hutang Indonesia telah mencapai Rp 2000 Trilyun. Jika kita hanya mampu membayar hutang tersebut Rp 2 Trilyun setahun, berarti hutang luar negeri itu baru lunas lebih dari seribu tahun, itupun kalau tidak ditambah hutang baru. Hutang ini, jelas menjadi beban cucu dan cicit kita di masa depan, yang diprediksikan 20 turunan generasi ke depan masih menanggung hutang dan bunga ini.

Sebuah ironi untuk bangsa Indonesia yang harus kita terima hari ini, jeratan hutang yang begitu besar ternyata tidak seberapa dengan bunga yang ternyata membuat bangsa ini tidak akan terlepas dari jeratan hutang yang terus menumpuk.

Begitu besar dosa Riba hingga Allah SWT dan Rasul-Nya akan memerangi orang-orang yang memakan riba, hanya Allah SWT yang tahu pasti bahaya besar Riba. Namun jika melihat dosa di atas sudah seharusnya kita terus berusaha untuk menghindari bahaya dari riba, ternyata ada hadist Rasullulah SAW yang berkenaan dengan Riba. Bahkan Rasullulah SAW sudah jauh-Jauh hari mengkhawatirkan akan adanya krisis ekonomi ini.“Bila riba merajalela pada suata bangsa, maka mereka akan ditimpa tahun-paceklik (krisis ekonomi). Dan bila suap-menyuap merajalela,maka mereka suatu saat akan ditimpa rasa ketakutan”. (H.R. Ahmad).
 
Indonesia Optimis tanpa Riba, Terbebas dari jeratan Riba.
Ada satu pepatah yang mengatakan bahwa apa bila kita tidak bisa merubah negara, maka rubahlah lingkungan kita, seandainya tidak bisa maka rubahlah keluarga, seandainya tidak bisa maka rubahlah diri kita hingga kita mampu merubah dunia. Hari ini  masyarakat Indonesia di hadapkan pada fakta bahwa Riba sudah begitu menjerat bangsa ini mulai dari perbankan sampai ke dana haji yang bernuansa ibadah, semua menggunakan riba.
Maka, mulai hari ini kita bangun optimisme kita bersama bahwa transaksi yang sesuai syariah dan di berkahi Allah SWT dapat segera terwujud, riba/ bunga dapat segera hilang dari tanah air Indonesia. Sehingga kita tida harus pusing lagi melihat APBN bangsa yang dikeruk asing lewat pembayaran bunga, bencana alam yang hari ini melanda, perekonomian yang rentan krisis dapat segela lenyap dan hilang dari muka bumi ini. Wallahualam bi sawab.

Bebas dari jeratan Riba.
Untuk itu kami sebagai mahasiswa yang bergerak dalam pengkajiaan dan pengembangan Ekonomi islam. Dalam Aksi Simpatik FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam) “Indonesia Optimis tanpa Riba” Tanggal 13 Mei 2011 di Bundaran HI, Jakarta . menghimbau agar :
1.       1.)  Melalui Fakta diatas kami menghimbau Masyarakat untuk meninggalkan Riba/ Bunga yang hari ini banyak terdapat dalam lembaga keuangan di Indonesia
      2.) Pemerintah harus meninggalkan lingkaran pinjaman berbasis bunga baik melalui pinjaman luar negeri, obligasi, dan SBI yang telah menguras APBN  bangsa indonesia. melalui pembayaran bunga dan pelunasan hutangnya hingga hari ini.
3.     3.) Masyarakat di minta tetap Optimis dan turut aktif menghindari transaksi Riba dimanapun yang jelas-jelas telah membawa kesengsaraan.
Presidium Nasional FoSSEI

Imam Punarko

Minggu, 08 Mei 2011

Petunjuk Pelaksana Milad FoSSEI ke-XI, 13 Mei 2011 dan Kampanye Nasional FoSSEI




Petunjuk Pelaksana Milad FoSSEI ke-XI, 13 Mei 2011 dan Kampanye Nasional FoSSEI
Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Untuk Di Ingat …
“Tidak sempurna iman salah seorang diantara kamu, sehingga suka kepada saudaranya (sesama muslim) seperti yang ia suka pada dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya Allah Pengasih. Ia suka sekali kepada belas kasih, dan ia akan memberi kepada orang yang berbelas kasih sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang keras hati dan juga sesuatu yang tidak diberikan kepada lainnya” (HR. Muslim)

“… dan tolong-menolonglah kamu untuk mengerjakan kebaikan dan ketaqwaan…” ( Al-Ma’idah :2)

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kukuh”. (Ash-Shaf: 4)

Tema Untuk kegiatan Kampanye Nasional  FoSSEI, 13 Mei 2011. “Indonesia Optimis tanpa Riba”
LATAR BELAKANG
Perjuangan dalam menegakkan ekonomi islam membutuhkan pengorbanan dan semangat juang yang tinggi disertai dengan kesatuan dalam ikatan ukhuwah antara para pejuang itu sendiri. Ekonomi islam yang sudah menunjukkan eksistensinya dengan adanya pelarangan Riba, maysir, Gharar, Bhatil, dll. Sehingga tatanan ekonomi yang dimulai sejak zaman Rasullulah SAW (abad 7) kemudian berjalan hingga abad  ke 14, merupakan masa yang sangat stabil ketika masyarakatnya menjalankan sistem perekonomian secara islam. Hari ini fakta menunjukkan ekonomi kapitalisme yang menjadi main stream



( arus utama ) ekonomi banyak menemui kegagalan sehingga perlu ekonomi yang menerapkan nilai-nilai keiliahan, dengan demikian ekonomi yang berkesejahteraan menjadi sebuah kenyataan.
Elemen-elemen bangsa yang salah satunya adalah mahasiswa hari ini harus mampu memberikan kontribusi selaku  (agent of change), pergerakannya harus mencerdaskan masyarakat secara umum dan memberikan solusi dari permasalahan yang terjadi. Mahasiswa yang tergabung dalam gerakan ekonomi islam dalam hal ini FoSSEI, harus mempunyai sebuah idealisme ekonomi islam yang di sosialisasikan kepada masyarakat umum sehingga mereka dapat lepas dari jeratan ekonomi kapitalisme yang menyandarkan pada bunga (riba), Judi (maysir), gharar (ketidakjelasan), Tadlis (suap), dan aspek-aspek ekonomi lainnya yang nyata-nyata membawa kehancuran. Dengan demikian diharapkan masyarakat tersadarkan dan kemudian menerapkan ekonomi islam mulai dari kehidupan paling dasarnya (pemenuhan Konsumsi ) aspek yang lebih luas transaksi ekonomi.
Untuk itu, hari ini saya selaku Presidium Nasional menghimbau kepada setiap elemen FoSSEI diseluruh cabang FoSSEI yang hari ini terwakili dalam lingkup Kampus (KSEI), Komisariat, Dan Regional. Untuk kembali turun kemasyarakat mengimplementasikan nilai-nilai idealisme mahasiswa demi kepentingan rakyat, pada saat Milad FoSSEI ke 11 tanggal 13 mei 2011.
FoSSEI hari ini mengangkat tema : “  Indonesia Optimis Tanpa Riba“ sebuah momentum mencerdaskan masyarakat tentang bahaya bunga/riba, dan mengevaluasi masyarakat bahwa Riba hari ini memiliki multiplayer evect bagi sosial ekonomi masyarat.
Untuk Itu dalam mempersiapkan KAMPANYE NASIONAL FoSSEI, Regional baik dalam lingkup KSEI maupun KOMSAT harap melakukan beberapa agenda Pra KAMNAS, saat KAMNAS, dan Pasca KAMNAS.
Diantara yang dapat dilakukan :
PRA KAMNAS
1.       Melakukan sosialisasi dan aksi pencerdasan anti Riba di Setiap KSEI-KSEI, baik berupa kajian, seminar.
2.       Setiap Kader FoSSEI meng-Up Load Opinion, Artikel, dan Tulisan Anti-Riba di Media On-Line, BLOG. Facebook, Twitter, dll



 

KAMNAS
Kegiatan Kamnas di masing-masing Regional memiliki karakteristiknya masing-masing, untuk itu setiap regional dalam melaksanakan KAMNAS wajib mengacu dan mensosialisasikan “Indonesia Optimis Tanpa Riba”.
PRA KAMNAS
Setiap kader FoSSEI setelah KAMNAS membuat kegiatan-kegiatan bagi objek yang telah di dakwahi ekonomi islam, membuat komunitas Pelajar seperti yang pernah di lakukan oleh FoSSEI tahun-tahun sebelumnya, membuat group di media online seperti facebook demi menjaga ukhuwah dan komunikasi, memberikan tausiyah ekonomi islam dan lain sebagainya kepada objek dakwah KAMNAS. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan KAMNAS absensi dan database harus benar-benar di manfaatkan dengan baik.
Demikian petunjuk pelaksanaan Milad dan KAMNAS FoSSEI, semoga dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT memudahkan.
Waalaikumsalam, Wm, Wb

 



                                                                                                           Presidium Nasional 2011-2012

                                                                                                            Imam Punarko

Selasa, 26 April 2011

Wasiat Rasullulah SAW

Oleh: Agustiar Nur Akbar

Dari Abu Najih ’Irbadh bin Sariyah (rodhiallahu ‘anhu) ia berkata, “Rasulullah SAW pernah menasihati kami dengan nasihat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Kami bertanya, Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasihat perpisahan, karena itu berilah kami nasihat. Beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk tetap menjaga ketakwaan kepada Allah ‘aza wa jalla, tunduk taat (kepada pemimpin) meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak (Habsyi). Karena orang-orang yang hidup sesudahku akan melihat berbagai perselisihan. Hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunah-ku dan sunah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk (Allah). Peganglah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran yang baru (dalam agama) karena semua bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi). 

Rabu, 10 Februari 2010

PENERAPAN AJARAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA

PENERAPAN AJARAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA



PENDAHULUAN

Sejak terbitnya buku Max Weber The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism (1904-5) orang yakin adanya hubungan erat antara (ajaran-ajaran) agama dan etika kerja, atau antara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi. Weber memang mulai dengan analis ajaran agama Protestan (dan Katolik), meskipun menjelang akhir hayatnya dibahas pula agama Cina (1915, Taoisme dan Confucianisme), India ( 1916 Hindu dan Budha), dan Yudaisme(1917).

Islam dan Ekonomi

Pendahuluan
Krisis moneter melanda di mana-mana, tak terkecuali di negeri kita tercinta ini. Para ekonom dunia sibuk mencari sebab-sebabnya dan berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan perekonomian di negaranya masing-masing. Krisis ekonomi telah menimbulkan banyak kerugian, meningkatnya pengangguran, meningkatnya tindak kejahatan dan sebagainya.
Sistem ekonomi kapitalis dengan sistem bunganya diduga sebagai penyebab terjadinya krisis. Sistem ekonomi Islam mulai dilirik sebagai suatu pilihan alternatif, dan diharapkan mampu menjawab tantangan dunia di masa yang akan datang.